Kumpulan Artikel BKD D.I. Yogyakarta

Budaya Kerja dalam Perspektif Islam

Sebelum membahas apa arti dari budaya kerja,mungkin pertama-tama kita harus mengetahui apa arti dari budaya. Ada beberapa pengertian tentang arti budaya, berikut adalah pengertiannya :

  1. Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (Soerjanto Poespowardojo 1993, perpustakaan online).
  2. Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
  3. Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
  4. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Setelah membahas apa arti dari “budaya” tersebut, selanjutnya akan membahas tentang apa arti dari Kerja. Kerja adalah melakukan sesuatu hal yang diperbuat seperti contohnya makan atau minum. Adapun arti lain dari kerja yaitu melakukan sesuatu untuk mencari nafkah. Selain itu pengertian kerja dalam kacamata Islam yaitu kerja pada hakekatnya adalahnya manifestasi amal kebajikan

Sebagai sebuah amal, maka niat dalam menjalankannya akan menentukan penilaian. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya nilai amal itu ditentukan oleh niatnya.” Amal seseorang akan dinilai berdasar apa yang diniatkannya. Suatu hari Nabi Muhammad berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Nabi Muhammad melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Nabi kepada Sa’ad. “Wahai Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu Nabi mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka”.

Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Nabi Muhammad. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Nabi pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah.” (HR. Ath-Thabrani).

Kerja adalah perintah suci Allah kepada manusia. Meskipun akhirat lebih kekal daripada dunia, namun Allah tidak memerintahkan hambanya meninggalkan kerja untuk kebutuhan duniawi.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.” (QS. Al-Qashash: 77).

Jadi bila kata “budaya” dan “kerja” digabungkan memiliki pengertian yaitu nilai-nilai sosial atau suatu keseluruhan pola perilaku yang berkaitan dengan akal dan budi manusia dalam melakukan suatu pekerjaan. Jadi setiap individu yang bekerja harus memiliki budaya kerja yang baik. Budaya yang kerja yang baik sangat diperluukan agar menjadi pekerja yang berbudi pekerti dan mengerti nilai-nilai yang dijalaninya dan tidak membawa individu kepada penyimpangan. Jadi itulah perlunya kita memahami budaya kerja yang baik.

Budaya kerja masing-masing individu akan menentukan terbentuknya budaya  instansi dimana dia bekerja. Tentu saja hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kepemimpinan. Budaya Instansi yang mengandung nilai-nilai agama karena selalu mendahulukan pembinaan terhadap akhlakul karimah, sejak tahap awal perlu dimantapkan sebagai manifestasi utama dari budaya instansi. Budaya instansi akan terekspresi dalam seremoni dan ritual yang substansinya adalah substansi agamawi. Maka tahap confontation of dependency and authority dapat dilembutkan melalui budaya jujur, sabar, tidak mudah iri dan terpancing untuk melakukan hal-hal yang dimurkai agama.

Para pemimpin yang mewakili budaya instansi  akan menentukan bahwa bila tahap pertama upaya pegawai  menyesuaikan diri dengan budaya instansi  menghasilkan sukses, maka pada tahap berikutnya akan tercapai confontation of intimacy, role differentiation and peer relationship. Dalam hal ini akan memasuki tahapan kerjasama yang harmonis dalam suatu instansi.

 

Dalam agama Islam manusia ditentukan untuk :

  1. Berusaha   dengan  sebaik-baiknya agar tercapai suatu tujuan  yang halal. Pada tahap ini, dengan dukungan budaya instansi, pegawai  akan mencoba berusaha untuk  menghasilkan prestasi terbaiknya, apalagi bila penerimaan hasil  dilakukan dengan adil dan objektif. Melakukan pekerjaan dengan ikhlas adalah ajaran utama dalam Islam. Dalam budaya instansi dapat dibina suasana bekerja dengan ikhlas. Usaha yang diupayakan hanya karena Allah semata. Bekerja  dengan  dilandasi keikhlasan, dapat mencegah SDM dari stres atau jenis emosi lain yang merugikan.
  2. Dalam Islam, umat dituntut untuk minta tolong pada Allah dan mengakui keterbatasan dirinya. Allah lebih mencintai orang-orang yang selalu meminta daripada yang enggan meminta, karena seolah-olah manusia itu berkecukupan. Dan Allah  berfirman : “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan keperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka jahanan dalam keadaan hina dina” (QS. 40:60). Rasullah SAW bersabda : “Sesungguhnya siapa saja yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan marah kepadanya” (HR. At-Tarmizi dan Abu Hurairoh). Apabila manusia rajin bekerja dan berupaya, ia akan menciptakan budaya kerja yang disiplin, berkemauan keras dan tidak cepat putus asa. Selanjutnya diimbangi dengan  terus menerus berdoa dan meminta tolong kepada Allah, agar usahanya membuahkan hasil. Sifat ini akan membawa manusia ke perilaku rendah hati, tidak takabur dan senantiasa menyadari baik kelemahan maupun kekuatannya.

Agama Islam mengajarkan manusia untuk giat dalam bekerja. Namun dalam bekerja, harus sesuai dengan syariat agama dengan mengedepankan kejujuran, kedisiplinan dan keihklasan. Bekerja adalah ibadah, selama apa yang dikerjakan adalah untuk tujuan yang baik dan benar. (angger/PDTI)

 

Sumber :

Prof. Dr. Yamil C.A. Achir, Round Table Discussion tentang Pengembangan Budaya Kerja dalam Perspektif Islam.

http://www.organisasi.org/1970/01/arti-definisi-pengertian-budaya-kerja-dan-tujuan-manfaat-penerapannya-pada-lingkungan-sekitar.html


© 2024 BKD D.I. Yogyakarta. All Rights Reserved.
  • 0274-562150 fax. Psw 2903, (0274) 512080
  • This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
  • Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta kode pos 55233