Berita Terkait BKD D.I. Yogyakarta

Sosialisasi Administrasi Pejabat Pemerintahan

Kamis (1/12/22) Badan Kepegawaian Daerah DIY menerima kunjungan dari Biro Administrasi Pejabat Pemerintahan Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia di Ruang Rapat D, BKD DIY.

Kunjungan Biro Administrasi Pejabat Pemerintahan ini bertujuan untuk memberikan sosialiasi tentang administrasi pejabat pemerintahan yang meliputi Kenaikan Pangkat yang Penetapannya berada Pada Presiden; Pemberhentian PNS yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama, JPT Madya, dan Jabatan Fungsional Madya; serta Pengangkatan dan Pemberhentian PNS dalam dan dari Jabatan Fungsional Ahli Madya.

Masing-masing tema tersebut disosialisaikan oleh para Analis Sumber Daya Manusia Aparatur Biro Administrasi Pejabat Pemerintahan, Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Tema pertama yang disosialisasikan adalah Kenaikan Pangkat yang Penetapannya berada pada Presiden, dengan narasumber Analis SDM Aparatur Ahli Madya, Supriyadi. Mengawali paparannya, Supriyadi menegaskan kewenangan Presiden RI selaku Pemegang Kekuasaan Tertinggi Pembinaan ASN berwenang menetapkan Pengangkatan dan Pemberhentian PNS yang menduduki JPT Utama, JPT Madya dan JF Ahli Utama, sesuai yang tertuang dalam pasal 53 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil negara dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 sebagaimana diubah dengan Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS. Dengan kewenangan tersebut maka Penetapan Kenaikan Pangkat bagi PNS Yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Utama, Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Jabatan Fungsional Keahlian Utama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, bagi PNS Pusat dan Daerah yang dinaikkan pangkatnya menjadi Pembina utama Muda golongan IV/c ke atas, setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Selanjutnya sosialisasi dilanjutkan oleh Analis SDM Aparatur Ahli Madya, Firman Wahyudi dengan paparannya yang berjudul Pengangkatan dan Pemberhentian PNS dalam dan dari Jabatan Fungsional Ahli Madya. Pada kesempatan itu Firman menyampaikan mekanisme pengangkatan dalam jabatan fungsional keahlian utama berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020, yang meliputi pengangkatan pertama, promosi, perpindahan dari jabatan lain, serta penyesuaian.

Dalam paparannya Firman juga mengingatkan larangan rangkap jabatan dengan Jabatan Administrasi/Jabatan Pimpinan Tinggi, “Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi, pejabat fungsional dilarang rangkap jabatan dengan JA atau JPT kecuali yang kompetensi dan bidang tugas jabatannya sama dan tidak dapat dipisahkan, contohnya yang dikecualikan itu jaksa atau diplomat ahli utama yang kompetensi dan bidang tugas jabatannya sama dan tidak dapat dipisahkan.

Sedangkan Sosialisasi tentang Pemberhentian PNS yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama, JPT Madya, dan Jabatan Fungsional Madya disampaikan oleh Analis SDM Aparatur Ahli Madya, Afrilas. Di awal paparannya, Afrilas memberikan penjelasan tentang pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak dengan hormat.

Pemberhentian dengan hormat dikarenakan oleh beberapa sebab yaitu, Meninggal dunia atau tewas, Atas permintaan sendiri, Mencapai BUP, Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini, Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajibannya berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan yang dibentuk oleh Menkes.

Sedangkan PNS diberhentikan tidak dengan hormat dapat disebabkan  karena penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945; dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara > 2 tahun dan berencana.

Dalam kesempatan yang sama, Afrilas juga menyampaikan dua faktor yang seringkali menjadi penghambat dalam penetapan keputusan presiden, yaitu faktor usulan dan faktor pertimbangan teknis Kepala BKN.

Pada faktor usulan, seringkali ditemukan kesalahan-kesalahan antara lain, Usulan tidak disampaikan kepada presiden (± 50% pertek tidak dapat diproses karena belum ada usulan); usulan disampaikan ke presiden, tetapi “perihalnya tidak sesuai” (contoh: Permohonan pertimbangan teknis); surat usulan ditujukan hanya kepada Kepala BKN atau ditujukan kepada presiden, tetapi c.q atau u.p. Kepala BKN; surat usulan tidak ditandatangani oleh pejabat berwenang, dalam hal ini Pejabat Pembina Kepegawaian terkait atau pejabat 1 tingkat dibawahnya (khusus instansi pusat dan pemerintah provinsi); surat keputusan pengangkatan jabatannya ditetapkan bukan oleh pejabat yang berwenang; dan kesalahan terakhir karena adanya perbedaan data.

Sedangkan pada faktor pertimbangan teknis BKN seringkali pertimbangan teknis disampaikan lebih dari satu kali, yang menyebabkan kebingungan tujuan penyampaian berulang. Selain itu pertimbangan teknis pemberhentian juga seringkali diterima bukan dari BKN melainkan dari kepegawaian instansi.


© 2024 BKD D.I. Yogyakarta. All Rights Reserved.
  • 0274-562150 fax. Psw 2903, (0274) 512080
  • This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
  • Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta kode pos 55233