Bertempat di Diklat Industri Jl Gedong Kuning Yogyakarta, pada hari senin sampai dengan hari kamis, tanggal 6 sampai dengan 9 April 2015, penulis mengikuti Pelatihan Penyelenggaraan Data Gender dan Anak Tingkat Lanjut.
Adanya kesadaran bahwa ada ketidakadilan dalam berbagai hal antara wanita dan laki-laki, misalnya tingkat pendidikan, status kesehatan. Kesadaran terhadap ketimpangan menyebabkan munculnya gerakan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam segala hal khususnya dalam pemenuhan hak-hak dasar secara adil.
Pemahaman sekarang masih membedakan secara biologi laki-laki maupun perempuan. Secara harfiah biologis antara laki-laki dan perempuan jelas sudah berbeda dan merupakan kodrat yang tidak dapat dirubah. Gender lebih kepada ketika seseorang laki-laki / perempuan lahir kemudian berproses dalam pertumbuhan sosialnya dimana pengaruh lingkungan sosial budaya telah mempengaruhi atau menyebabkan ketidakadilan, contoh perlakuan lingkungan sosial terhadap anak perempuan yang berbeda dengan laki-laki karena tradisi budaya, kearifan lokal tetapi jangan dipahami sebagai sebuah nilai universal yang harus sama antara satu daerah dengan daerah lain.
Nilai-nilai kearifan lokal masih tetap berlaku, sehingga antara satu wilayah dengan wilayah lain bentuk nyata dari aplikasi responsif gender akan berbeda-beda bahkan dalam satu wilayah negara.
Strategi yang dikembangkan untuk menjawab tantangan responsi gender adalah melakukan retrukturisasi anggaran yang responsif gender.
Masih banyak kegiatan lain yang dikembangkan untuk memasukan keadilan gender dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Untuk melakukan restrukturisasi anggaran yang responsif gender ternyata mengalami banyak sekali kendala. Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh belum adanya perubahan mindset gender di kalangan birokrasi.
Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan instrumen untuk mengatasi adanya kesenjangan akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan yang selama ini masih ada, untuk mewujudkan keadilan dalam penerimaan manfaat pembangunan. Proses perencanaan dan penganggaran yang responsif gender sejalan dengan sistem yang sudah ada, dan tidak membutuhkan penyusunan rencana dan anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki.
Dalam buku Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG)
yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Tahun 2010, ada beberapa alasan yang mendasari perlu disusunnya PPRG :
- Untuk mendorong percepatan pencapaian target RPJMN di semua indikator di bidang pendidikan, kesehatan, pertanian dan infrastruktur belum tercapai baik di tingkat nasional maupun wilayah. Dengan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender maka pelaksanaan program/kegiatan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena telah didahului dengan analisis situasi/analisis gender.
- Penerapan perencanaan dan penganggaran responsif gender menunjukkan komitmen pemerintah terhadap kondisi dan situasi kesenjangan perempuan dan laki-laki yang masih terjadi.
- Pendekatan pengarusutamaan gender melalui Gender Budget Statement (GBS) atau Pernyataan Anggaran Responsif Gender yang didahului dengan analisis situasi/ analisis gender akan memberikan manfaat bagi pemenuhan kebutuhan laki-laki dan perempuan secara adil dan setara
.
Dengan melakukan analisis gender, maka perencanaan dan penganggaran akan:
1. Lebih efektif dan efisien.
Pada analisis situasi/analisis gender dilakukan pemetaan peran laki-laki dan perempuan, kondisi laki-laki dan perempuan, kebutuhan laki-laki dan perempuan serta permasalahan perempuan dan laki-laki. Dengan demikian PPRG akan mendiagnosa dan memberikan jawaban yang lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam penetapan program/kegiatan dan anggaran, menetapkan affirmative action apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan gender, dan siapa yang sebaiknya dijadikan target sasaran dari sebuah program/kegiatan, kapan dan bagaimana program/kegiatan akan dilakukan.
2. Mengurangi kesenjangan tingkat penerima manfaat pembangunan.
Dengan menerapkan analisis situasi/analisis gender dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan, maka kesenjangan gender yang terjadi pada tingkat penerima manfaat pembangunan dapat diminimalisir. Analisis situasi/analisis gender akan dapat mengidentikasikan adanya perbedaan permasalahan dan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki, dan dapat membantu para perencana maupun pelaksana untuk menemukan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan dan kebutuhan yang berbeda.(iin/program)