Yogyakarta, 20 Oktober 2025 - Bangsa Indonesia memperingati Hari Batik Nasional sebagai bentuk pengakuan terhadap batik sebagai Warisan Budaya. Bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), batik bukan sekadar kain bercorak indah, melainkan simbol jati diri, kearifan lokal, dan filosofi hidup yang diwariskan lintas generasi.
Dalam konteks pemerintahan daerah, khususnya di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Daerah DIY, batik bukan sekadar pakaian formal, melainkan simbol etika, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelayanan publik.
Batik sebagai Cerminan Nilai SATRIYA
Pemda DIY menjunjung tinggi Budaya Pemerintahan SATRIYA – Selaras, Akal budi luhur, Teladan, Rela melayani, Inovatif, dan Ahli. Nilai-nilai ini sejalan dengan filosofi batik yang mengajarkan kesabaran, ketelitian, dan harmoni dalam setiap goresan.
Memaknai batik berarti memaknai kerja pelayanan sebagai karya budaya, proses yang membutuhkan komitmen, empati, dan keindahan sikap. Ketika ASN mengenakan batik saat bertugas, ASN tersebut sedang membawa simbol keanggunan budaya Yogyakarta ke dalam ruang-ruang birokrasi.
Batik dan Etos Pelayanan Publik
Dalam konteks pelayanan publik, batik mengandung nilai kerakyatan dan keterbukaan. Motif batik Yogyakarta, seperti parang, kawung, dan sido mukti, masing-masing mengandung pesan moral bagi pejabat dan pelayan masyarakat.
Nilai-nilai ini sangat relevan bagi ASN Pemda DIY yang dituntut memberikan pelayanan cepat, tepat, dan berempati. Dalam era digital saat ini, pelayanan publik tidak hanya diukur dari kecepatan proses, tetapi juga dari ketulsan dan keramahan—dua nilai yang juga melekat dalam filosofi batik.
Menumbuhkan Rasa Bangga dan Identitas ASN DIY
Momentum Hari Batik menjadi saat yang tepat bagi ASN untuk merenungi kembali identitasnya sebagai abdi negara sekaligus penjaga budaya. Dengan mengenakan batik buatan lokal, terutama karya perajin Yogyakart, ASN turut mendukung pemberdayaan ekonomi kreatif dan pelestarian warisan budaya daerah.
Lebih dari itu, batik mengingatkan bahwa pelayanan publik adalah bagian dari pengabdian budaya, bukan sekadar pekerjaan administratif. ASN yang bekerja dengan hati, jujur, dan beretika akan menciptakan pelayanan publik yang berkelas dan berkarakter.
Penutup
Bagi ASN Pemda DIY, batik adalah simbol pengabdian, keindahan budi, dan harmoni dalam pelayanan publik. Dengan semangat SATRIYA dan filosofi batik, ASN DIY diharapkan terus memperkuat budaya kerja yang profesional, berintegritas, dan berorientasi pada kepuasan masyarakat. Sehingga, setiap goresan batik yang dikenakan menjadi representasi nyata dari pelayanan publik yang berbudaya dan bermartabat.

