Berita Terkait BKD D.I. Yogyakarta

PEMBEKALAN KEISTIMEWAAN BAGI PNS MUTASI LUAR DAERAH ANGKATAN VIII PEMERINTAH DAERAH DIY TAHUN 2021

Untuk lebih mengenalkan Filosofi, tatanan, nilai dan budaya Jawa terlebih berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Badan Kepegawaian Daerah telah melaksanakan Pembekalan keistimewaan bagi PNS yang mutasi dari luar daerah dan masuk menjadi PNS Pemda DIY, dengan tujuan untuk bisa memahami  keberagaman budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencerminkan pola pikir, pola hidup, dan pola nilai etnisitas.

Pembekalan dilaksanakan selama 3 hari mulai dari tanggal 23, 24 dan 25 November 2021, yang diikuti oleh 32 PNS, hari pertama dilaksanakan secara on class yang bertempat di Hotel Tara Jl. Magelang No: 123 Yogyakarta. Pembekalan keistimewaan bagi PNS ini dibuka oleh Kepala Bidang Pengembangan Pegawai Bapak Poniran.S.I.P.M.A, beliau memberi sambutan; bahwa Pembekalan keistimewaan ini telah dilaksanakan selama 4 Tahun, dan angkatan ini termasuk angkatan VIII pada tahun anggaran 2021, dan program pembekalan ini diberlakukan bagi PNS mutasi luar daerah serta CPNS.

Pembekalan ini termasuk dalam pengembangan kompetensi yang diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 yang menegaskan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pembekalan ini diwajibkan bagi peserta untuk membuat tulisan terkait pembekalan keistimewaan. Beliau berharap setelah melaksanakan kegiatan ini peserta tidak hanya memahami tetapi mengamalkan budaya kita yang adiluhung.

Pada materi pertama pembicaranya adalah Kepala Bidang Urusan Kebudayaan  Bapak Eko Nugroho Wahyu Winarno,,S.P.M.Si pada Paniradya Keistimewaan DIY.

Historical time line DIY ada 2 yakni Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat  dan Kadipaten Pakualaman. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII menerima Piagam 19 Agustus 1945 dari Presiden Sukarno dan memutuskan untuk menanggapi sikap penghargaan dari Presiden Sukarno dengan mengeluarkan amanat 5 September 1945, sebagai bukti pernyataan yang sah bahwa daerah yang saat itu masih terdiri dari Kesultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman kini telah menjadi bagian dari Republik Indonesia dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono Ke-9 dan Sri Paduka Pakualam ke-8 menyatakan ikut bergabung. Berdasarkan Amanat 5 September 1945 ini, maka Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII menerima penetapan dari Presiden Sukarno sebagai Kepala daerah dari Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana segala kekuasaan atas DIY dipegang langsung oleh pemerintahan dwitunggal ini. Oleh karena fakta sejarah inilah, Pemerintahan Yogyakarta tidak dapat diganggu gugat, pemerintahan dipegang penuh oleh Sri Sultan Hamengku Buwono Ke-9 dan KGPAA Paku Alam Ke-8. Sejarah perjuangan dalam proses kemerdekaan RI didukung oleh Kesultanan dan Kadipaten, serta proses penganggaran operasional APBN pertama dibiayai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono Ke-9 dengan uang pribadi beliau, dan banyak aset Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipergunakan untuk Gedung pemerintahan NKRI yang beribukota Yogyakarta.

Serangan Umum  atau SO 1 Maret 1949 adalah inisiatif Sri Sultan Hamengku Buwono Ke-9 dimaksudkan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Negara Republik Indonesia masih berdiri dan TNI serta rakyat bahu membahu mendukung Kedaulatan Republik Indonesia.

Materi kedua oleh Kepala Biro Oganisasi Setda DIY, Ibu Ana Windyawati,S.H.M.H. yang membicarakan tentang Budaya Pemerintahan SATRIYA yang telah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2008. Budaya Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bentuk komitmen Pemerintah Provinsi DIY dalam mencapai keberhasilan transformasi birokrasi.yang berbasiskan pada nilai-nilai kearifan lokal DIY, yaitu filosofi hamemayu hayuning bawana dan ajaran moral sawiji, greget, sengguh ora mingkuh serta dengan semangat golong gilig.

"Hamemayu Hayuning Bawana" mengandung makna sebagai kewajiban melindungi, memelihara serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh peri kehidupan baik dalam skala kecil (keluarga), ataupun masyarakat dan lingkungan sekitar dengan mengutamakan darma bakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri.

Pembekalan keistimewaan bagi PNS hari kedua adalah kunjungan ke Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat, yang diterima oleh KPH Yudohadiningrat, beliau menceritakan berdirinya Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Sejarah mencatat bahwa pada akhir abad ke-16 terdapat sebuah Kerajaan Islam di Jawa bagian tengah-selatan bernama Mataram. Kerajaan ini berpusat di daerah Kotagede (sebelah tenggara kota Yogyakarta saat ini), kemudian pindah ke Kerta, Plered, Kartasura dan Surakarta. Lambat laun, kewibawaan dan kedaulatan Mataram semakin terganggu akibat intervensi Kumpeni Belanda. Akibatnya timbul gerakan anti penjajah di bawah pimpinan Pangeran Mangkubumi yang mengobarkan perlawanan terhadap Kumpeni beserta beberapa tokoh lokal yang dapat dipengaruhi oleh Belanda seperti Patih Pringgalaya. Untuk mengakhiri perselisihan tersebut dicapai Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari.

Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 (Kemis Kliwon, 12 Rabingulakir 1680 TJ) menyatakan bahwa Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Surakarta dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III, sementara Ngayogyakarta  atau lazim disebut Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.

Perjanjian Giyanti ini kemudian diikuti pula dengan pertemuan antara Sultan Yogyakarta dengan Sunan Surakarta di Lebak, Jatisari pada tanggal 15 Februari 1755. Dalam pertemuan ini dibahas mengenai peletakan dasar kebudayaan bagi masing-masing kerajaan. Kesepakatan yang dikenal dengan nama Perjanjian Jatisari ini membahas tentang perbedaan identitas kedua wilayah yang sudah menjadi dua kerajaan yang berbeda.

Bahasan didalam perjanjian ini meliputi tata cara berpakaian, adat istiadat, bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-lain. Inti dari perjanjian ini kemudian adalah Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk melanjutkan tradisi lama budaya Mataram. Sementara itu, Sunan Pakubuwono III sepakat untuk memberikan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru. Pertemuan Jatisari menjadi titik awal perkembangan budaya yang berbeda antara Yogyakarta dan Surakarta.

Tanggal 13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ) adalah tanggal bersejarah untuk Kasultanan Yogyakarta. Pada tanggal inilah proklamasi atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dikumandangkan. Selanjutnya, Sultan Hamengku Buwono I memulai pembangunan Keraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755.

Hari ketiga atau terakhir Pembekalan keistimewaan bagi PNS diagendakan mengunjungi Makam Kotagede. Ada sejumlah peninggalan Kotagede yang menarik seperti Makam para pendiri kerajaan, Masjid Kotagede, rumah tradisional berarsitektur Jawa Mataram, hingga sisa reruntuhan benteng. Komplek makam berada disekitar 100 meter dari Pasar Kotagede, dikelilingi tembok besar dan kokoh. Pintu gapura memiliki arsitektur budaya Hindu, setiap gapura memiliki pintu kayu yang tebal dan ukiran yang indah, ada 3 gapura yang harus dilewati sebelum masuk ke bangunan makam serta diwajibkam memakai busana adat jawa.


Profil Singkat BKD DIY

Badan Kepegawaian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan lembaga kepegawaian yang  ada di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan perkembangan dari lembaga kepegawaian yang ada sebelumnya.


© 2024 BKD D.I. Yogyakarta. All Rights Reserved.
  • 0274-562150 fax. Psw 2903, (0274) 512080
  • This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
  • Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta kode pos 55233